Bangkitnya Pornografi ‘Ramah Wanita’
Zoya meyakini, sebagai makhluk seksual, sebenarnya wanita juga menyukai pornografi. Tapi dengan syarat, asalkan pornografinya disajikan sesuai dengan selera dan fantasi wanita. Dengan kata lain, pornografi yang lebih ‘ramah wanita’, yang menciptakan mutual respect antara pria dan wanita dalam seks.
Ia juga setuju bahwa sudah saatnya wanita berani dan jujur mengekspresikan kebutuhan seksualnya secara terbuka. Kecenderungan itu, menurut Zoya, mulai terlihat sejak booming-nya serial TV Sex and the City yang ditayangkan pertama kali pada 1998 di Amerika Serikat. “Mungkin pada awalnya banyak orang (termasuk wanita sendiri) menganggap tokoh Samantha Jones dan Carrie Bradshaw terlalu ganjen, ‘gatel’, dan terkesan murahan karena berani terang-terangan mengungkapkan kebutuhan mereka akan seks dan laki-laki yang sesuai dengan selera mereka. Namun, seiring waktu, wanita (dan mungkin juga pria) mulai bisa menerima bahwa tidak ada yang salah dengan hal itu. Juga mulai timbul kesadaran bahwa secara seksual wanita juga ingin dipuaskan, bukan sekadar dituntut untuk memuaskan pria,” ujar Zoya.
Bahkan, belakangan juga bermunculan para wanita sutradara khusus film-film erotis yang ‘ramah wanita’. Salah satunya –mengutip kolom Nisha Lilia Diu di The Telegraph edisi 17 Agustus 2015 — adalah Erika Lust (saya tak yakin ini family name betulan), sutradara sekaligus pemilik Lust Production. Diedarkan lewat internet dan kabarnya berhasil meraup pemasukan sekitar 1 juta dolar AS setiap bulannya, film-film produksi Lust ini dilansir berhasil meraup 40% visitor wanita. Fakta ini membuat industri film porno di sleuruh dunia --yang ternyata bisnis multimiliar dolar-- kini mulai mempertimbangkan 'selera wanita' secara serius.
Fakta lain bahwa erotika versi wanita mulai dianggap adalah, sejak lima tahun lalu, sebuah kategori baru -Romance- ditambahkan dalam AVN Awards (piala 'Oscar' versi film dewasa di Amerika, ha ha). Para produser dan sutradara untuk kategori ini umumnya wanita, dan memang ditujukan untuk meraup penonton wanita. "Dan adegan-adegan seks yang kami tampilkan merupakan 'making love', bukan 'having sex'," kata Jackie St. James, salah satu wanita produser film dewasa.
Baiklah. Tapi, apakah memang sejauh itu yang diinginkan oleh kita, para wanita? Mungkin ya, mungkin tidak, apalagi jika fantasi tak terbatas adala tolak ukurnya. Waktulah yang akan menjawabnya.
Foto: Iryna Hramavataya/CORBIS/CLICKPHOTOS