Bekerja dengan seimbang
Ada lima indikator untuk menciptakan keseimbangan hidup kita. Kehidupan sosial, fisik, karier, emosional, dan spriritual. Bila ada lima hal ini dalam hidup kita, berarti kita sudah menjalani hidup dengan seimbang. Di sinilah tantangannya berada.
Dengan perkembangan teknologi, dunia seolah tanpa batas. Kita bisa dihubungi kapan saja, di mana saja—tentunya selama ada sinyal internet. Karena itu, kalimat yang diucapkan teman saya tadi begitu mudah diucapkan. Sedang liburan ke Eropa? Tenang saja, hotel saya memberikan koneksi internet gratis sehingga e-mail dan pesan WhatsApp bisa saya lihat. Jangan heran jika kemudian Anda terus dihubungi untuk masalah pekerjaan.
Tapi hidup pun bisa lebih mudah karena teknologi. “Dengan teknologi, kita bisa juggling lima indikator tersebut dengan lebih manis,” kata Emil. Tentu dengan mengingat prioritas masing-masing. Memenuhi lima indikator untuk mencapai hidup seimbang, menurut Emil, tidak selalu berarti memberi alokasi waktu yang sama rata dan tepat. Misalnya saja, di waktu kerja, Anda tetap bisa dihubungi oleh anak melalui telepon atau WhatsApp, jika mereka membutuhkan.
Terkait dengan keseimbangan hidup, sebagai manusia dewasa, kita dituntut untuk bisa mengenal diri kita sendiri. Pekerjaan tak akan ada habisnya. Kita yang perlu membatasinya. “Ini alasan waktu kerja itu rata-rata sembilan jam,” ujar Ajeng Raviando, Psikolog dari Teman Hati Konseling. Tubuh kita akan secara otomatis menolak untuk tetap bekerja setelah waktu tersebut karena tubuh butuh istirahat.
Bekerja memang punya daya tarik tersendiri. Kita bisa mengaktualisasikan diri di sana, dan membuat kita merasa lebih berarti. Ini juga indikator pencapaian yang bisa langsung terlihat secara gamblang. Bagaimana seseorang dibilang sukses di level emosionalnya? Jawabannya tentu akan berbeda-beda. Sementara untuk pekerjaan, sukses dalam pekerjaan dapat diukur melalui karier dan pendapatan. Tak heran banyak yang mengutamakan hal ini dan sedikit mengorbankan keempat sisi kehidupannya.
Apa yang akan terjadi jika pengorbanan ini terus-menerus dilakukan? Yang paling mudah terlihat, Anda sakit. Kurang istirahat, tak memerhatikan waktu makan adalah kunci sukses untuk membuat Anda ‘tumbang’. Ajeng mengungkapkan beberapa dampak psikologis juga dapat muncul—di antaranya kecemasan, sulit fokus, gampang stres, depresi, dan anger management yang kurang baik.
[Baca juga soal mengapa wanita Indonesia ingin kerja di luar negeri]