Menjadi Street Art
Medium yang digunakan untuk mengekspresikan diri melalui grafiti beralih dari benda tajam. Arang atau cat menjadi pilihan yang lebih digemari. Baik masyarkat maupun penguasa kemudian menyadari bahwa grafiti bukan hanya sekedar luapan perasaan, namun juga mempunyai efek mempengaruhi pendapat umum. Sementara kaum seniman melihat dinding-dinding yang digambari itu sebagai galeri gratis tanpa dinding pemisah dengan masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan seni visual di satu sisi, di sisi lain grafiti mulai dilengkapi dengan gambar atau karikatur dengan teknik mutakhir, seperti stensil, cat kaleng berbentuk spray bahkan teknik airbrush. Akhirnya grafiti tidak lagi sepenuhnya dikaitkan dengan kegiatan merusak (bangunan publik). Pembuatnya pun mulai berani menunjukkan identitas dengan membubuhkan inisial nama mereka.
Pesan yang disampaikan juga menjadi semakin beragam, tidak terbatas pada propaganda politik atau kampanye pemilihan penguasa setempat. Kalimat-kalimat slogan lenyap berganti menjadi “kata-kata mutiara”. Kata-kata yang dipilih kadang-kadang lucu penuh humor, atau bermakna ganda, bahkan ada yang menggunakan kata-kata indah berbunga-bunga sesuai dengan perasaan (cinta) yang ingin diungkapkan.
“Aturan main” publikasi grafiti juga menjadi sangat longgar: siapa saja bisa menghapus karya grafiti buatan orang lain dan mengganti dengan karya baru, tanpa ada yang akan memprotes. Pada umumnya grafiti yang dianggap indah atau “tepat sasaran” akan lebih lama bertahan dibanding dengan yang kurang berhasil. Bahkan sering terjadi grafiti favorit bisa bertahan hingga bertahun-tahun. Akibatnya, grafiti di sepanjang Rue de Belleville selalu tampak berubah dari waktu ke waktu, menjadi tontonan gratis buat penduduk lokal bahkan daya tarik turis. Dan secara implisit menjadi cermin sikap menghormati kekebasan berpendapat.
.
Teks & foto: Widarti Gunawan