Jika ditanya apa passion-nya, Svida Alisjahbana akan menjawab, banyak!
Sebagai CEO dari GCM Group, perusahaan kreatif di bidang konten dan event yang berawal dari Femina Group, tak mengherankan jika salah satu jawaban Svida Alisjahbana adalah buku.
Tapi bukan buku bisnis atau novel percintaan, melainkan buku memasak. “Saya seorang cook escapist dan sampai tertidur dengan buku masak,” ujar Svida.
Svida pun gemar berbagi ilmu dan pengetahuan yang ia miliki dan tentunya belajar hal baru. Ia tergabung dalam Young Presidents’ Organization, sebuah platform global untuk para eksekutif tertinggi perusahaan dari seluruh dunia berinteraksi, belajar, dan tumbuh bersama.
Dalam organisasi itu, ia pernah menjabat sebagai Regional Education Chair. Mempelajari sesuatu yang baru, memahami kerumitannya, sangat membangkitkan minat Svida. Karena itu ia selalu merasa haus akan ide-ide baru.
Berhasil menggelar Jakarta Fashion Week (JFW) hingga tahun ke-12 yang akan berlangsung pada 19-25 Oktober 2019, wanita ini juga berhasil melahirkan Jakarta Eat Festival (JEF) yang digelar untuk pertama kalinya di penghujung bulan Agustus 2018.
Festival ini menggugah selera bukan hanya karena terdapatnya bazar makanan yang jarang ditemui sehari-hari tetapi juga demo masak dan bincang-bincang tentang isu makanan yang sedang tren.
Tentunya, sebelum bisa berbagi, Svida perlu mengembangkan dan membekali diri. “Sesuatu yang saya gemari ternyata disukai banyak orang juga,” ujarnya.
Ia pun mencontohkan JFW yang tak hanya bicara fashion show. “Banyak teman saya membeli barang (fashion) branded. Menurut mereka sulit mencari dan membeli karya desainer Indonesia,” kata Svida.
Fashionlink hadir sebagai jawabannya. Sebuah jembatan interaksi antara para desainer, pelaku industri, dan konsumen mode dalam dan luar negeri, telah terbangun memecahkan masalah aksesibilitas.
Ada banyak nama besar di balik Svida Alisjahbana. Kakeknya, Sutan Takdir Alisjahbana, adalah budayawan, sastrawan ternama, dan ahli tata bahasa Indonesia. Kedua orang tuanya, Sofjan dan Pia Alisjahbana, adalah salah satu dari pendiri perusahaan Femina Group.
“Saya lahir dalam keluarga yang progresif,” cerita Svida. Ia bercerita tentang neneknya yang menjadi guru di sekolah Belanda. “Eyang Putri saya tidak terintimidasi dengan orang-orang Belanda. Ia bahkan bersikeras mengajar dengan kebaya di era 1920-an,” ujarnya.
Sementara ibunya, walau tidak berkesempatan meneruskan pendidikan hingga S-3, tetap sukses berkarier di universitas dan mendirikan American Studies Center di Universitas Indonesia. Ia pun terlibat dalam pembentukan Aminef (American Indonesian Exchange Foundation), sebuah lembaga yang memberikan beasiswa bagi pelajar Indonesia.
Memiliki wanita-wanita hebat dalam hidupnya, Svida pun tumbuh sebagai wanita yang juga tidak mudah diintimidasi, persis seperti neneknya.
“Apa yang membuat para pemimpin pria itu terjaga di malam hari juga saya alami. Masalah bisnis dan anak. Jadi, mengapa saya harus terintimidasi oleh mereka?” begitu katanya.
Kebanyakan wanita Indonesia terkungkung oleh ekspektasi sosial bahwa yang utama adalah mereka harus sukses mengurus rumah tangga. Kuncinya, menurut Svida, adalah memiliki support system yang cakap.
Apa cita-cita pribadi Svida Alisjahbana? Apa pandangannya terhadap kegagalan? Klik halaman berikutnya