
Rasanya, semua agama di dunia menganjurkan, bahkan mewajibkan, umatnya yang mampu secara materi untuk berderma atau bersedekah kepada orang miskin, sebagai bagian dari amal ibadah. Islam bahkan mengenal dua macam sedekah, yaitu sedekah wajib (zakat dan zakat fitrah) dan sedekah sunah (tidak berdosa bila tidak dijalankan, tapi akan mendapat pahala bila dijalankan).
“Zakat dan zakat fitrah hukumnya wajib dan tak dapat ditawar-tawar, karena sesungguhnya sebagian harta yang Anda miliki itu adalah hak kaum dhuafa (fakir miskin) yang dititipkan Allah lewat Anda,” Nasaruddin menegaskan. Dengan kata lain, zakat sama wajibnya pajak. Bedanya, pajak adalah kewajiban kita kepada negara, sementara zakat adalah kewajiban terhadap Tuhan.
Ada pun berderma merupakan sedekah sunah. Sifatnya tidak mengikat, bisa kapan saja dan berapa saja, sesuai kemampuan. Berbeda dengan zakat dan zakat fitrah yang ada aturannya.
“Khususnya dalam Islam, sedekah, baik yang wajib maupun sunah, hanya dibebankan kepada orang-orang yang mampu (secara materi). Orang miskin tidak diwajibkan atau disunahkan untuk bersedekah, karena Allah tidak pernah ingin memberatkan umatnya,” jelas Nasaruddin.
Kendati begitu, ia menambahkan, terkadang definisi mampu dan tak mampu amat kabur. Ada orang yang sesungguhnya tidak miskin tapi merasa miskin, sehingga tak perlu bersedekah (malah kalau perlu diberi sedekah). Tapi ada pula orang yang rela memberikan sebagian hartanya untuk orang lain yang membutuhkan, meski secara umum dia termasuk orang miskin.
Padahal, yang jarang disadari orang, berderma atau bersedekah sesungguhnya menyimpan misteri sekaligus keajaiban yang luar biasa. “Allah sudah menjamin bahwa kita tak bakal miskin hanya karena berderma. Sebaliknya, Dia malah menjanjikan bahwa dengan rajin bersedekah, rezeki kita justru makin lancar,” ucap Nasaruddin.
Terkadang definisi mampu dan tak mampu amat kabur. Ada orang yang sesungguhnya tidak miskin tapi merasa miskin.