.jpg)
Tentu saja sikap itu tidak salah. Namanya juga manusia. Namun, menurut Nasaruddin, tahapan ikhlas yang tertinggi adalah bila orang bersedekah tanpa memikirkan apakah ia akan mendapatkan pahala di dunia dan akhirat. Ia hanya merasa bahagia bisa meringankan kesulitan orang lain, tanpa perlu menghitung-hitung pahala.
“Bagi orang-orang seperti ini, bersedekah sudah menjadi habit dan gaya hidup sehari-hari. Bahkan, ia tak menyadari bahwa ia sesungguhnya telah berbuat kebaikan. Ibaratnya, ia telah sepenuhnya menyatukan diri dengan Allah,” Nasaruddin menegaskan.
Lantas, bagaimana agar kita bisa menikmati keajaiban bersedekah, sekaligus mencapai tahap keikhlasan yang tinggi?
“Yang pasti, diperlukan latihan yang terus menerus. Ibarat berolahraga, kalau jarang atau sekali-sekali dilakukan, badan akan terasa capek, pegal, dan napas ngos-ngosan. Tapi kalau dilakukan secara rutin dan tanpa paksaan, bukan saja tidak terasa capek lagi, tapi perlahan-lahan tubuh kita juga akan menjadi lebih sehat,” Nasaruddin mengibaratkan.
Sebagai contoh, Anda bisa memulainya dengan cara membeli buah atau sayur pada penjual pikulan di pasar-pasar tradisional tanpa menawar, menyisihkan sebagian uang saku untuk mengisi secara rutin kotak amal di masjid-masjid, membiayai sekolah anak ART Anda sampai SMA, atau meminjamkan (dengan gratis) salah satu kavling tanah yang Anda miliki untuk dijadikan taman bermain untuk anak-anak kampung sekitar.
[Baca juga misteri bersedekah di sini]