“Butuh waktu satu tahun untuk membangun rumah ini,” kata Arie Bakrie, arsitek dari rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan ini membuka percakapan. Ketika Arie dihubungi oleh Deny Sukmana untuk mendesain rumah ini, terlintas desain rumah yang didominasi warna putih. Menurut Arie, ia terinspirasi bangunan khas Venesia di Italia.
Tidak sulit bagi Arie untuk menerjemahkan keinginan dan kebutuhan Deny ke dalam sebuah bangunan. Hal ini disebabkan oleh hubungan pertemanan yang sudah terjalin cukup lama antar keduanya. Hasilnya, rumah bergaya klasik dengan sentuhan modern.
Saat merencanakan desain, pasangan Deny dan Indah Yuni Fauzia memberi kebebasan bagi ketiga anaknya untuk memilih desain kamar mereka sendiri. Kamar tidur tersebut terletak saling bersebelahan di lantai dua. Masing-masing memiliki akses pintu ke teras yang menghadap halaman belakang rumah. Sementara itu, kamar tidur utama berada di lantai bawah dan menghadap ke kolam renang.
Di lantai dua ini juga terdapat gudang yang cukup luas untuk menaruh segala pernak-pernik. Memahami banyaknya barang yang masih dibutuhkan, tentu saja butuh tempat layak. Terdapat pula dua gudang untuk menyimpan makanan (food storage) di lantai bawah, yaitu dekat dengan dapur bersih dan dapur kotor.
Sebagai kepala keluarga, Deny berusaha untuk menyediakan kebutuhan seluruh anggota keluarganya di dalam rumah yang dibangun di atas tanah seluas 1.000 meter persegi. Lantas, Arie mewujudkan sebuah ruangan khusus, berupa mini gym dan spa yang terletak di lantai dua. Sebagai pasangan yang sangat peduli kesehatan, kolam renang yang terbentang di tengah halaman belakang juga bukan aksesori belaka.
Tidak sulit bagi Arie untuk menerjemahkan keinginan dan kebutuhan Deny ke dalam sebuah bangunan. Hal ini disebabkan oleh hubungan pertemanan yang sudah terjalin cukup lama antar keduanya. Hasilnya, rumah bergaya klasik dengan sentuhan modern.
Saat merencanakan desain, pasangan Deny dan Indah Yuni Fauzia memberi kebebasan bagi ketiga anaknya untuk memilih desain kamar mereka sendiri. Kamar tidur tersebut terletak saling bersebelahan di lantai dua. Masing-masing memiliki akses pintu ke teras yang menghadap halaman belakang rumah. Sementara itu, kamar tidur utama berada di lantai bawah dan menghadap ke kolam renang.
Di lantai dua ini juga terdapat gudang yang cukup luas untuk menaruh segala pernak-pernik. Memahami banyaknya barang yang masih dibutuhkan, tentu saja butuh tempat layak. Terdapat pula dua gudang untuk menyimpan makanan (food storage) di lantai bawah, yaitu dekat dengan dapur bersih dan dapur kotor.
Sebagai kepala keluarga, Deny berusaha untuk menyediakan kebutuhan seluruh anggota keluarganya di dalam rumah yang dibangun di atas tanah seluas 1.000 meter persegi. Lantas, Arie mewujudkan sebuah ruangan khusus, berupa mini gym dan spa yang terletak di lantai dua. Sebagai pasangan yang sangat peduli kesehatan, kolam renang yang terbentang di tengah halaman belakang juga bukan aksesori belaka.
[Ingin lihat cantiknya rumah Meisya Siregar? Cek di sini]
Kolam renang dengan mosaik berwarna biru terbentang tepat di tengah halaman belakang, tampak kontras dengan tanaman hijau di pinggir kolam renang. Supaya suasana alami tetap terjaga, dipilihlah kayu jenis ulin yang dipasang rapi mengelilingi kolam renang. “Kayu ulin ini didatangkan dari Kalimantan,” jelas Arie diiringi derai tawa. Selain kuat, kayu ini tidak licin diinjak saat basah.
Meski lahan kebun tidak terlalu luas, kombinasi tumbuhan perdu dengan pohon-pohon besar tampak serasi dan meneduhkan mata. Saat rumah masih setengah jadi, Deny rela meluangkan waktunya hampir setiap hari untuk menunggu para tukang kebun, sambil memeriksa dan mengamati detail proses penanaman tanaman-tanaman tersebut.
Sepertinya Deny dan Indah memang sangat memperhatikan detail lanskap. Bahkan ada beberapa jenis tanaman yang bisa tumbuh subur di dataran tinggi. Salah satunya adalah tanaman pakis monyet yang daunnya terlihat rindang. “Tanah uruk yang digunakan untuk taman ini sengaja dikirim dari Lembang,” jelas Arie.
Ini bukan tanpa alasan. Tanah yang berasal dari daerah dingin ini memang terkenal gembur, sehingga mendukung tanaman untuk tumbuh subur. “Sekitar 20 truk mengangkut tanah dari Lembang ke Jakarta.” Di malam hari, kebun ini akan tetap terlihat terang, karena terdapat 80 titik lampu LED dengan energi solar, yang disebar rata pada area halaman belakang seluas 300 meter persegi.
Selain taman di halaman belakang, terdapat taman kecil di tengah rumah. Bak sebuah oasis yang menyegarkan, area taman ini sengaja dihadirkan sebagai pemisah antara ruang tamu dengan ruang santai keluarga. Area ini juga berfungsi sebagai tempat berwudhu. Jika tidak diberitahukan sebelumnya, saya pun tak menyadari bahwa tembok yang didesain minimalis tersebut berfungsi sebagai tempat mengambil air wudhu.
[Baca juga tentang kolaborasi hunian dan artroom di sini]
Ketika memasuki taman kecil tersebut, suasana relaks dan teduh seketika terasa. Suara gemericik air yang berasal dari kolam ikan berukuran kira-kira 1,5 x 3 meter ini membuat hati dan pikiran terasa lebih tenang. Terlebih ketika mengamati sekumpulan ikan koi yang berenang dengan gerak lamban—rasa relaks semakin terasa ketika saya melihat dua pohon pule yang menjulang tinggi. Keunikan dari pohon ini adalah dedaunan yang tumbuh pada bagian atas. Pohon yang tergolong tanaman langka ini menjadi aksen pemanis taman kecil itu.
Arie pun menceritakan drama ketika pohon tersebut akan dimasukkan ke dalam rumah. “Pintu depan yang sudah ada terpaksa dijebol agar dua pohon ini bisa masuk ke dalam rumah,” ceritanya.
Rumah yang dilengkapi enam kamar tidur dan 10 kamar mandi ini secara rutin menerima banyak tamu. Agar tidak mengganggu privasi, sengaja dibangun ruang sebagai tempat berkumpulnya para jemaah majelis ta’lim. Ketika masuk ke dalam ruangan ini, suasana Islami sangat terasa. Di lantai bawah khusus untuk jemaah pria, sedangkan untuk para wanita, disediakan ruangan khusus di lantai dua.
Setelah itu, saya penasaran pada ruang berikutnya, yaitu ruang keluarga. Melalui ruang penghubung yang bersisian dengan taman kecil, saya melihat koleksi guci dan piring antik yang dipajang menempel pada dinding. Dan saat melangkahkan kaki ke dalam ruang keluarga, ruangan itu begitu lapang. Tak jauh dari situ, terlihat dapur bergaya minimalis yang selaras dengan warna interior. Sambil mencuci tangan di wastafel dapur, mata saya tertuju pada halaman yang asri di belakang rumah. Saya terlena dengan pemandangan tersebut—dari rumah yang didirikan dalam waktu setahun.
Foto: Joey Kurniawan