Mengunjungi Stratford-upon-Avon, saya serasa masuk ke lorong waktu dan terlempar kembali ke masa lalu, dengan pemandangan bangunan-bangunan tua bergaya Tudor dari era Elizabethan abad ke-14 yang berarsitektur khas: bertingkat dua atau tiga, bercat putih dengan aksen kayu warna hitam pada lis pintu, jendela, dan tiang-tiangnya. Bangunan-bangunan tua berusia ratusan tahun itu berderet di sepanjang jalanan tua dan rapi di pusat kota.
Suasana Shakespearian langsung terasa begitu saya tiba di kota ini. Di sebuah taman berdiri tugu kecil yang di puncaknya terdapat patung perunggu sang pujangga. Di sekeliling tugu terdapat patung-patung sejumlah karakter terkenal dalam karya-karya Shakespeare, antara lain: Hamlet, Lady Macbeth, Ophelia, King Lear. Yang juga menarik perhatian saya adalah kedai-kedai teh (tea house) gaya pedesaan Inggris yang banyak bertebaran di kota ini, sehingga saya pun menyempatkan diri untuk mampir minum teh di salah satu kedai teh.
Mengikuti penunjuk arah, saya tiba di rumah kelahiran sang pujangga, Shakespeare’s Birth Place. Bagian depannya dijadikan museum dan memiliki jalan tembus di belakang menuju ke rumah tempat kelahiran sang pujangga. Rumah bergaya Tudor itu diperkirakan sudah berusia 500 tahunan. Terdiri atas tiga lantai, lantai dasar dulunya semacam toko sarung tangan sekaligus rumah minum yang dikelola oleh Shakespeare senior. Lantai dua untuk kediaman keluarga, dan lantai teratas merupakan attic atau loteng yang dijadikan gudang. Kesimpulannya, konsep ruko (rumah toko) ternyata sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Meski tidak kaya raya, keluarga Shakespeare cukup berada. Hal itu terlihat dari kondisi kamar, buaian bayi, tempat tidur, dan mainan yang disediakan untuk William, yang terhitung mewah pada zamannya. Semua itu bisa disaksikan di rumah kelahirannya dan sebagian besar merupakan barang-barang asli, bukan replika.
Saya juga melakukan perjalanan ziarah ke makam Shakespeare yang terletak di dalam Gereja Holy Trinity. Di salah satu dinding gereja dibangun semacam ‘balkon’ dengan patung dada Shakespeare yang sedang memegang pena bulu. Di area sekitar altar gereja terdapat beberapa nisan. Nisan yang berada persis di tengah-tengah altar bertuliskan "The Grave of The Poet William Shakespeare (1564-1616)", dan tak jauh dari situ ada semacam batu prasasti bertuliskan sajak dalam bahasa Inggris abad ke-15 yang diciptakan oleh sang pujangga sendiri. Shakespeare tidak sendirian dimakamkan di area altar itu. Di dekatnya juga ada makam istrinya, Anne Hathaway, putri sulungnya Susannah, dan suami Susannah, John Hall.
Hujan gerimis yang turun lagi di sepanjang sore itu mengakhiri perjalanan napak tilas saya menyusuri jejak-jejak kehidupan William Shakespeare. Saya bahagia karena mimpi saya untuk mengunjungi Stratford-upon-Avon akhirnya kesampaian juga. Sepotong dialog dalam drama Hamlet melintas di kepala saya: "Doubt that the sun doth move, doubt truth to be a liar, but never doubt I love."
Ingin tahu lebih banyak soal Inggris? Baca juga soal ziarah Beatles di Liverpool serta serunya Stonehenge dan Salisbury.
Foto: Tina Savitri