Kematian aktor sekaligus comedy legend, Robin Williams yang diduga bunuh diri pada Senin (11/8) lalu di rumahnya di California, AS, mengundang perhatian seluruh dunia. Tak banyak orang mengira di balik wajah lucunya itu tersembunyi kesedihan yang mendalam. Selama bertahun-tahun, ia berjuang melawan depresi berat dan ketergantungannya terhadap alkohol. Kehebatan Robin berakting dan memainkan ekspresi wajah gembira lalu tiba-tiba sedih, ternyata bukanlah sekadar akting. Kemampuan membuat orang tertawa ini juga menjadi salah satu gejala yang banyak dialami para penderita gangguan bipolar (GB).
Apa itu Gangguan Bipolar?
Gangguan Bipolar (GB) ditandai dengan perubahan dua kutub mood –dari super happy menjadi sangat sedih– secara drastis dan berulang kali. Ibarat seorang peselancar, setiap orang memiliki kemampuan untuk menaiki ‘gelombang mood’ yang kadang naik dan kadang turun. Bedanya, kalau orang normal pada akhirnya bisa melewatinya dengan mulus dan kembali merasa tenang, tetapi bagi orang dengan GB, mereka bisa lepas kendali.
Para penderita GB biasanya mengalami sindrom manic-depressive. Pada saat senang (disebut episode mania) mereka bisa sangat bersemangat, melonjak-lonjak kegirangan dan ingin melakukan banyak hal dengan menggebu-gebu. Kondisi ini membuat mereka terkadang sulit tidur, sulit berkonsentrasi, bahkan bisa lupa diri dan melakukan hal-hal yang impulsif. Seperti belanja tanpa batas, mabuk, ngebut di jalan.
Sementara pada waktu yang lain, mereka bisa berubah menjadi mellow, sangat sedih, merasa tidak berharga, dan putus asa (disebut episode depresi). Mereka jadi tak bergairah hidup sehingga dalam kondisi yang parah, berujung pada bunuh diri atau bahkan membunuh orang lain.