“Kalau dibilang siap (membesarkan Toraja Melo), jujur saja saya tidak pernah siap. Tapi uniknya kami selalu bertemu dengan ‘malaikat-malaikat’ yang membantu perjalanan kami, sehingga saya makin yakin berada di ‘jalan yang tepat’,” ucap penyuka aktivitas outdoor untuk refreshing ini.
Sejak memulai produksi pada 2009, Dinny menjual produk-produknya lewat orang-orang terdekatnya, misalnya teman dan kerabat. Tanpa terasa, tahu-tahu langsung laku 100 helai. Dari situlah ia menyadari potensi pasar yang besar. Sahabatnya, Obin, memberinya banyak nasihat serta jejaring yang luas. Seorang teman lain juga berbaik hati menawarkan kepada Dinny untuk menggunakan tempatnya secara cuma-cuma di daerah Kemang untuk membuka butik Toraja Melo. Teman yang lain rajin ‘mengomporinya’ untuk mengikuti bazaar dan pameran. Walau awalnya tidak terlalu sreg – karena sebenarnya ia hanya ingin mengisi waktu pensiun dan berbisnis secara santai — ia turuti juga semua nasihat itu. Terbukti, Toraja Melo mulai dikenal oleh masyarakat luas, selain karena hingga saat ini ia belum punya saingan.
Tawaran mengadakan pemeran ke luar negeri pertama kali datang dari Kementrian Perdagangan dan Perindustrian.
Maka waktunya tersita untuk mempersiapkan pameran ke Bangkok, Los Angeles, San Fransisco, Milan, hingga Tokyo.
Dari mengadakan pameran di Tokyo, secara tidak sengaja ia bertemu dengan Runy Palar, seniman dan pebisnis perhiasan perak, yang berjanji untuk membantu Dinny memasuki pasar Jepang. Runy lantas mengajaknya mengadakan pameran keliling Jepang, antara lain ke Tokyo, Hiroshima, dan Kyoto. Dari situ ia melihat betapa besarnya apresiasi masyarakat Jepang terhadap barang-barang kerajinan tangan berkualitas. Selanjutnya, pelan-pelan ia pun mulai menjajaki pasar Jepang. Dalam waktu dekat, ia juga berniat membuka butik di Bali yang merupakan jendela Indonesia di mata orang asing.
Maka waktunya tersita untuk mempersiapkan pameran ke Bangkok, Los Angeles, San Fransisco, Milan, hingga Tokyo.
Dari mengadakan pameran di Tokyo, secara tidak sengaja ia bertemu dengan Runy Palar, seniman dan pebisnis perhiasan perak, yang berjanji untuk membantu Dinny memasuki pasar Jepang. Runy lantas mengajaknya mengadakan pameran keliling Jepang, antara lain ke Tokyo, Hiroshima, dan Kyoto. Dari situ ia melihat betapa besarnya apresiasi masyarakat Jepang terhadap barang-barang kerajinan tangan berkualitas. Selanjutnya, pelan-pelan ia pun mulai menjajaki pasar Jepang. Dalam waktu dekat, ia juga berniat membuka butik di Bali yang merupakan jendela Indonesia di mata orang asing.