Kembali ke wanita
Kini, setelah Toraja Melo mulai stabil dan dikenal lebih luas oleh masyarakat, Dinny memutuskan untuk mencurahkan waktu lebih banyak untuk membina komunitas penenun Toraja. “Soalnya saya sudah telanjur sampai di satu titik di mana saya tidak bisa berhenti lagi, setidaknya untuk sekarang ini. Bisnis kami harus terus berjalan, dan pada saat bersamaan kami harus secepatnya mengajak para penenun tua untuk mewariskan ilmu mereka ke generasi selanjutnya. Ibaratnya, kami sedang berkejar-kejaran dengan waktu,” ucapnya.
Ia juga mulai mengadakan pelatihan, termasuk pelatihan untuk kembali ke pewarnaan alam dan penggunaan serat alam. Ia juga menyediakan modal dalam bentuk kredit mikro. Semua dilakukan secara perlahan, mengingat adat istiadat masyarakat Toraja masih kuat, sehingga segala sesuatu jadi tidak sederhana.
“Kalau di Jawa mungkin kita bisa mengumpulkan penenun untuk bekerja di sebuah kampung. Di Toraja ini sulit dilakukan, karena mereka yang tinggal berjauhan di gunung-gunung dan lembah-lembah, dengan upacara adat yang sangat banyak. Bagi mereka, menenun hanya sebuah kegiatan tambahan atau sambilan, sehingga kami sulit menentukan deadline,” Dinny berkisah.