Setia mengurus wanita
Padahal, Dinny tidak memiliki keterkaitan darah dengan Toraja. Lahir di Bandung dengan ayah bersuku Sunda dan Ibu keturunan Cina, ia justru mengenal Toraja lewat suaminya, Daniel Parura, yang asli Toraja. Keterlibatannya dengan tenun toraja pun bukan disengaja. Setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai konsultan perbankan di Citibank, ibu tiga anak ini memutuskan untuk mengurus nasib perempuan sebagai Sekertaris Jenderal Komnas Perempuan dan Suara Ibu Peduli. Setelah 9 tahun berkutat dengan berbagai isu perempuan (1998- 2007), ia merasa sudah saatnya untuk beristirahat.
“Masalah perempuan tidak ada habisnya dan sangat menguras energi. Oleh karena itu saya meminta suami untuk membuatkan saya rumah di Tana Toraja, di mana saya bisa menulis dengan tenang. Rumah itu
berlokasi di Batu Tumonga, di atas gunung dengan pemandangan sangat indah. Kebetulan di sana juga ada tongkonan (rumah adat) milik keluarga suami saya, sehingga kami bisa sekalian mengurusnya,” tutur Dinny.
Di Toraja, ia sering melakukan perjalanan berkeliling kampung-kampung, termasuk ke kampong ibu
mertuanya di Sa’dan (To’Barana). Di sana ia bertemu dengan banyak penenun -- rata-rata wanita dan
dari kalangan tidak mampu -- namun sepi pembeli, padahal daerah tersebut telah menjadi Sentra
Penenun yang ditujukan bagi turis-turis yang banyak datang. Melihat itu, Dinny yang terbiasa peka
pada permasalahan perempuan tentu tidak bisa tinggal diam. Lagi pula ia juga mulai jatuh cinta pada
keindahan tenun toraja yang hampir punah ini.