Menabuh Harapan
Selain sopi, yang juga membekas dalam ingatan saya adalah rasa haru yang muncul saat
menyaksikan tarian adat Pulau Kisar dan Letti yang selalu menggunakan atribut merah putih.
Di Pulau Kisar, saya dan rombongan disambut dengan tarian adat yang hanya diiringi oleh
gendang tradisional dari kulit sapi dan batang pohon jati. Tarian yang menggunakan tombak
ini bernama Tari Kerpopo. Ujung tombak mereka dipasangi bendera merah putih kecil. Salah
seorang pemusik gendang memegang tiang kayu dengan bendera merah putih yang berkibar di
bawah langit Kisar yang biru. Paduan langit biru bersih dan kombinasi warna merah putih
terlihat dramatis di lensa kamera.
Para penari yang semuanya adalah laki-laki dewasa ini bertelanjang kaki, menggunakan cawat dari kain tenun ikat berwarna kemerahan, dan menari energik seolah siap berperang diikuti lengkingan semangat berlatar belakang tabuhan gendang. Setelah tarian usai, mereka membentuk dua barisan lalu menaikan tombak ke atas saling silang, mirip pedang pora. Lalu saya dan rombongan diminta melewati barisan tombak pora. Oh, jadi beginilah rasanya rasanya lewat di bawah pedang pora.
Tapi yang paling menggugah rasa haru saya adalah keramahan warga Letti. Di Pulau Letti, saya mengujungi dua desa dan disambut dengan sekelompok penari pria yang rata-rata berusia di atas 40, berdiri tegak dengan tombak (lagi-lagi) berhias merah putih, secarik kain tenun ikat di kepala dan tubuh, serta bertelanjang dada. Ini memang tarian menyambut perang. Para penari bergerak energik di bawah terik matahari, diiringi tabuhan gendang, dan dengan tangkas memainkan tombak diikuti suara lengkingan semangat. Antuasiasme penduduk Letti ini, menurut Camat Letti, Josias Untajana, karena baru kali ini ada rombongan dari Jakarta yang mengunjungi mereka. Belum pernah ada orang dari pemerintah pusat yang berkunjung ke mari.
Hebatnya, meski minim perhatian dari pusat, mereka tak pupus semangat. Bahkan, saya sempat mendengarkan sebuah nyanyian dengan bahasa setempat yang menyebutkan bahwa meski terpisah jauh, masyarakat Letti bangga menjadi bagian dari Indonesia. Karena itu, mereka menganggap tamu jauh dari luar Letti, terutama Jakarta, akan membawa angin segar bagi mereka. Mereka berharap kami akan menginformasikan ke dunia luar tentang kehidupan di pulau yang tak tercantum di peta ini. Keinginan yang sederhana.