Dari kejauhan tampak Timor Leste, yang sayangnya saat itu sedikit tertutup awan. Sisi sebelah kanan saya adalah bukit hijau berumput rapi yang dipisahkan oleh jurang. Setelah melewati jalan setapak, tibalah saya di hamparan rumput luas yang indah dan rapi. Yang membuat rapi adalah para domba yang dilepas begitu saja untuk memakan rumput di bukit ini. Setelah itu saya masih harus menuruni jalanan alam yang cukup terjal untuk menuju Pantai Kisar.
Panas dan lelah terbayar begitu sampai di bawah bukit. Kami disambut oleh suara ombak memecah karang. Letak Pantai Kisar seperti ceruk yang diapit karang tinggi, yang memecah ombak tinggi dari laut saat mendekati pesisir. Deru ombak berkejaran kecil, angin sejuk mengelus wajah, pasir yang putih bersih dan empuk begitu menggoda saya untuk segera bermain di jernihnya air.
Tak hanya indah, Pantai Kisar juga menyimpan sejarah. Sejarah Pulau Kisar berikut penduduknya bermula dari pantai ceruk ini. Di pantai ini juga tentara Belanda sempat berlabuh. Sembari mendengarkan cerita itu, saya menenggak air kelapa muda, duduk di pantai menunggu matahari tenggelam. Meski tak semerah senja di Letti, senja di Kisar tetap menawan dengan rentetan sejarah di belakangnya dan semburat jingga di langit. Sketsa manis dan romantis untuk saya bawa pulang.
[bersambung]
Monika Erika