Menunjuk wali asuh
Hal penting lain adalah menyiapkan wali asuh yang sah, jika pewaris masih mempunyai anak di bawah umur. Menurut UU No. I/1974 tentang Perkawinan, anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, serta tidak di bawah kekuasaan orang tua, harus berada di bawah perwalian. Penunjukan seorang atau beberapa orang sebagai wali asuh sangat diperlukan, karena anak-anak di bawah umur tidak dapat membela diri ketika ditinggal oleh orang tua mereka.
Perencana keuangan akan memberi saran kepada pewaris agar yakin dulu bahwa seseorang atau beberapa orang yang ditunjuk sebagai wali asuh bisa menjalankan tugasnya, yakni menciptakan suasana baru yang nyaman bagi si anak, serta menjaga hartanya. Sebaiknya, pewaris menunjuk orang yang bisa menjaga, mengasuh, dan mencintai anak itu seperti orang tua kandungnya. Kalau bisa, wali asuh diambil dari keluarga anak tersebut yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur, dan berkelakuan baik.
Dengan menunjuk wali asuh yang benar melalui surat wasiat, orang tua bisa yakin bahwa si anak akan terlindungi kebutuhannya kelak. “Membuat sebuah surat wasiat jauh lebih efisien dibanding melakukan penunjukan dengan menggunakan kontrak yang dinotariskan,” jelas Aidil Akbar Madjid, RFC, MBA, ketua International Association of Registered Financial Consultant (IARFC) Indonesia.
Jadi, meski perencanaan warisan tampaknya cukup rumit, jangan dijadikan alasan untuk menunda atau mengabaikannya. Sebab persiapan yang kurang matang, pembagian yang tidak adil, atau tidak mengacu pada hukum-hukum yang ada, bisa menyulut keributan di kemudian hari. Karena itu ada pepatah, ‘uang tidak kenal saudara’. Maka, rencanakan warisan sejak dini. “Minimal, setelah kita dipanggil menghadap Tuhan, keluarga yang ditinggalkan akan rukun dan damai, serta selalu mendoakan kita,” kata Aidil.