
Karena pernikahan adalah menyatukan dua individu yang lebih sering berbeda, tak heran banyak yang mengalami 'kejutan manis' dari pasangan masing-masing.
Rasanya hampir setiap orang yang saya kenal dan menikah akan melontarkan kalimat seperti ini, “Saya tidak menyangka ternyata dia seperti ini atau itu…..”
Padahal rata-rata mereka berpacaran lebih dari dua tahun, bahkan ada yang sudah sembilan tahun, sebelum memutuskan menikah. Tetapi, selalu ada 'kejutan manis' dari suami atau istri yang baru setahun atau mungkin sebulan mereka nikahi.
Sahabat saya sudah berpacaran sembilan tahun sebelum menikah. Tiga bulan kemudian, ia datang kepada saya bersimbah air mata. Apa pasal? Suaminya sering mengajak bercinta di pagi hari, sementara sahabat saya merasa harus bergerak cepat di pagi hari untuk menghindari kemacetan Ibu Kota.
Ujung-ujungnya, sang suami ngambek karena merasa tidak dianggap dan, seperti yang kemudian terjadi, mereka bertengkar. Padahal, ini baru masalah bercinta di pagi hari atau tidak dalam tiga bulan pertama.
Bila pasangan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik dan menyelesaikan masalah berdua dengan baik, tentu saja akan menjadi akhir yang manis. Tapi, bagaimana bila seperti sahabat saya? Atau, bagaimana pasangan yang harus mencari awal kebekuan dari pernikahan mereka yang perlahan mendingin?
Kalau sudah begitu, saya teringat perkataan seorang teman lainnya, “Menikah itu seperti membeli kucing dalam karung.” Benarkah?
Konsep membeli kucing dalam karung mengingatkan saya pada sebuah reality show eksperimental (versi Amerika dan Australia) di kanal Lifetime, “Married at First Sight.”
Bayangkan, beberapa pasangan yang tidak pernah bertemu atau mengenal satu sama lain akan bertemu pertama kali di altar, dan langsung menikah! Setelah beberapa minggu bersama, masing-masing pasangan membuat keputusan, apakah mereka akan tetap bersama atau memutuskan untuk berpisah.
Belajar memanfaatkan keahlian para orang ketiga