
Memang, ada orang-orang di belakang mereka yang memasangkan tiap peserta yang mendaftar menjadi pasangan. Orang-orang tersebut juga yang akan mendampingi para pasangan dalam pernikahan di minggu-minggu pertama.
Tentu saja, mereka bukan orang biasa. Mereka adalah para ahli di bidang relasi dan seksualitas, yaitu psikolog, sosiolog, seksolog, dan spiritualis.
“Married at First Sight” seolah ingin mengatakan peran 'orang ketiga' dalam sebuah pernikahan kadang diperlukan.
Dalam reality show itu, meski sudah dipasangkan oleh para ahli dan dinilai akan harmonis bersama, tetap saja ada konflik; mulai dari hal sepele hingga prinsipil. Konflik tersebut dibantu diselesaikan oleh para 'orang ketiga'.
Keterlibatan 'pihak ketiga' yang memang mumpuni membantu para pasangan tersebut melewati konflik. Tidak selalu happy ending, sih, tetapi para pasangan tersebut bisa berpikir jernih dan menemukan keputusan terbaik untuk mereka.
Dalam kehidupan nyata, sahabat saya dan suaminya akhirnya menemui psikolog dan seksolog. Ketika saya bertanya mengapa akhirnya ia dan suami pergi menemui konsultan, ia berkata, “Karena kami menyayangi hubungan ini. Dan kami akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan hubungan ini. Termasuk melibatkan pihak ketiga yang membantu.”
Pernikahan happily ever after hanya ada dalam dongeng klasik. Kebahagiaan dalam pernikahan harus diperjuangkan, salah satunya membiarkan orang lain yang ahli dan netral menolong pernikahan Anda.
Jadi tak usah takut mencari 'orang ketiga' jika pernikahan Anda ingin diperjuangkan. Dan pastinya, orang ketiga tersebut sama sekali bukan pelakor atau pebikor, ya....