
Reykjavík (dibaca rayk-y?-vik) terletak di barat daya Islandia, dan sudah ada sejak tahun 874 sebagai pemukiman permanen pertama di Negeri Api dan Es ini. Tapi, baru pada 1786 kota ini resmi menjadi kota perdagangan hingga kini. Tahun tersebut akhirnya ditetapkan sebagai lahirnya Kota Reykjavík.
Selama di Islandia, kami menginap di Northern Comfort Apartment, sebuah penginapan dengan harga terjangkau namun berfasilitas lengkap, mulai dari wi-fi gratis di kamar sampai dapur yang lengkap dan modern.

Sekitar pukul 8 pagi, kami keluar dari penginapan. Wuuush…! Angin dingin langsung menerpa wajah kami. Embusan napas terlihat berasap. Jalan raya masih kosong. Hanya ada satu-dua orang terlihat di jalanan. Saya melirik ponsel, suhu menunjukkan angka 1°C. Giri sepertinya mulai kedinginan, karena saya lihat dia menggesek-gesek kedua telapak tangannya.
Tapi cuaca tidak menyurutkan tekad kami. Kami pun memulai perjalanan. Tiap langkah kami berbunyi kresss…kresss…kresss—suara es halus yang terinjak sepatu. Salju menumpuk di trotoar, peninggalan hujan salju semalam. Destinasi pertama adalah Hallgrímskirkja di Skólavörðustígur. Butuh waktu 10-15 menit jalan kaki dari apartemen kami ke bangunan gereja ini. Hal pertama yang saya lakukan ketika berhadapan dengan Hallgrímskirkja adalah diam tak bergeming.

Saya terkesima menyaksikan gereja setinggi 73 meter ini. Apalagi saat memandang patung Leifur Eiríksson—penjelajah pertama Islandia dari era Viking—seberat 50 ton yang dibuat oleh Alexander Stirling Calder, pematung asal Amerika Serikat. Patung ini berdiri gagah di pelataran gereja.
Hallgrímskirkja adalah gereja terbesar di Islandia, bangunan tertinggi di Reykjavik, dan bangunan tertinggi keenam di Islandia. Desainnya sungguh unik karya arsitek Guðjón Samúelsson. Butuh waktu 41 tahun membangun gereja ini, mulai 1945-1986. Menurut sang arsitek, desain Hallgrímskirkja terinspirasi aliran lava basalt di alam Islandia yang terkenal akan
gunung berapinya. Ah, ya, bentuknya mengingatkan saya pada kolom-kolom basalt di Reynisfjara, pantai berpasir hitam di pesisir selatan Islandia.

Memasuki gereja, kekaguman saya bertambah. Tidak hanya karena lampu-lampu kekuningan yang menyala temaram di dalamnya, tapi juga karena jendela-jendela besar yang hampir menyentuh atap. Lengkungan-lengkungan di langit-langit juga tak kalah mengagumkan. Ada juga pipe organ buatan Jerman setinggi 15 meter dan memiliki sekitar 5 ribu pipa.
Klimaksnya adalah ketika saya naik ke lantai 8 menggunakan lift, dan tiba di titik tertinggi Hallgrímskirkja. Dari ketinggian, saya bisa melihat Reykjavik secara total, 360°. Rumah-rumah kelihatan begitu kecil, tapi tertata rapi dengan cat berwarna-warni. Dari kejauhan, terlihat pucuk-pucuk pegunungan berselimut es.