Kastil di tepi danau
Montreux juga identik dengan Le Chateau de Chillon atau Chillon Castle, kastil kuno dan megah yang dibangun pada abad ke-13 dan ke-14. Dari pusat kota Montreux, hanya dibutuhkan perjalanan dengan mobil sekitar 15 menit. Kastil yang terletak di perbatasan Kota Montreux dan Kota Villeneuve ini letaknya menjorok ke danau, di sebuah tanjung sempit, sehingga dari kejauhan kastil itu terlihat seperti berdiri di atas pulau kecil di tengah danau.
Fungsi awal kastil ini adalah sebagai pos pengamatan milik Kekaisaran Romawi, untuk mengawasi jalur-jalur strategis di Pegunungan Alpen. Selanjutnya, sepanjang abad ke-16, kastil ini dijadikan penjara khusus bagi para tahanan politik. Salah satunya adalah seorang biarawan asal Jenewa yang juga politisi, yaitu Francois de Bonivard—yang dipenjara karena mati-matian mempertahankan tanah kelahirannya dari cengkeraman para penguasa Savoy.
Di periode berikutnya, penjara ini dikuasai oleh kaum Bernese (orang-orang dari Bern) yang mengalahkan para penguasa Savoy. Di tahun 1798, kaum Vaudois (penduduk kanton Vaud) meminta bantuan Prancis untuk merebut kastil ini dan menjadikannya sebagai gudang senjata. Baru setelah Perang Dunia II kastil ini dibuka bagi wisatawan.
Sayangnya saya tidak sempat browsing internet sebelum datang ke sini. Rupanya sepanjang musim dingin kastil ini ditutup untuk wisatawan, sehingga saya tidak bisa melihat-lihat bagian dalamnya. Padahal saya ingin sekali melihat interiornya yang kabarnya sangat indah. Terutama sebuah kamar yang pernah menjadi kamar tidur Duke of Savoy, dan konon dinding-dindingnya dihiasi dengan mural bergaya Abad Pertengahan (abad ke-14).
Untunglah wisatawan masih diizinkan menikmati eksteriornya, yang tak kalah indah karena menghadap langsung ke danau. Apalagi, pemandangan Danau Jenewa di sore itu terlihat seperti lukisan cat air yang cantik. Kabut halus menutupi permukaannya sementara burung-burung camar terbang berputar-putar di atasnya. Ketika kabut beranjak ke kastil dan mengelilinginya, dari kejauhan tampak seperti istana di atas awan—tak berbeda dari yang sering ditampilkan dalam dongeng-dongeng peri.
Foto: Nita Strudwick