
Siapa bilang gampang menjadi penerus bisnis keluarga? Salah-salah langkah, bisnis yang telah susah-payah dirintis oleh orang tua malah hancur di tangan Anda!
Orang awam sering berpikir, enak sekali, ya, menjadi pewaris bisnis dari orang tua. Tinggal terima jadi, tidak perlu susah-payah memulai dari nol dan mengalami jatuh-bangun. Apalagi kalau bisnis tersebut sudah bercabang-cabang, beranak-pinak, bahkan menggurita—dijamin, sampai generasi ketujuh pun tidak bakal hidup susah.
Tapi, apa betul begitu? Situs Time.com belum lama ini merilis sebuah hasil survei yang dibuat oleh Williams Group Wealth Consultancy yang berbasis di San Clemente, San Francisco. Data tersebut menyebutkan, 70% keluarga kaya di Amerika Serikat (umumnya pebisnis) kehilangan kekayaan mereka di tangan generasi kedua. Dan jumlah itu meningkat jadi 90% setelah turun ke tangan generasi ketiga! Tak heran bila kemudian muncul pemeo di kalangan keluarga pebisnis: Generasi pertama membangun bisnis, generasi kedua menikmatinya, dan generasi ketiga menghancurkannya!
Bagaimana dengan di Indonesia? Sepertinya, sih, beda-beda tipis. Menurut data, lebih dari 95% bisnis di Indonesia—besar maupun kecil—merupakan perusahaan keluarga. Total kekayaan yang dimiliki keluarga pebisnis di Indonesia mencapai 134 miliar dolar AS atau 25% dari total PDB Indonesia. Namun, hanya sekitar 30% bisnis keluarga yang tetap sukses setelah dipegang oleh generasi kedua. Sementara hanya 10%-15% yang tetap sukses di tangan generasi ketiga. Hanya sekitar 3%-5% yang masih berjalan dengan baik saat dikelola oleh generasi keempat.