Apakah KDRT psikis?
KDRT psikis memang sulit 'dilacak'. Bahkan, seseorang bisa jadi tidak menyadari dirinya adalah korban. Menurut Sri Wiyanti Eddyono (Iyik) -komisioner di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), ada beberapa tanda yang dapat dikatakan sebagai kekerasan terhadap wanita:
1. Lihat bentuknya. KDRT psikis bisa berupa ungkapan atau tindakan. Misalnya,
umpatan, amarah, pelabelan, atau gaya tubuh.
2. Tindakan tersebut punya tujuan: untuk menekan, mencemooh, merendahkan, mengontrol,
membatasi, atau untuk membuat istri atau wanita memenuhi tuntutan pihak pria.
3. Bentuk dan tujuan tindakan tersebut didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu terkait
karena posisi si wanita. Apakah karena ia seorang istri, wanita, atau anak perempuan.
4. Tindakan itu berdampak pada si wanita. Misalnya, menimbulkan rasa tidak percaya diri,
tidak berdaya, dan merasa takut.
Jika seorang wanita telah mengalami tindakan yang memenuhi poin-poin tersebut,
bisa dikata ia mengalami KDRT. Menurut Iyik, banyak faktor yang mendorong terjadinya
KDRT -termasuk KDRT psikis. Tapi penyebab utama adalah relasi kuasa yang tidak setara.
Banyak orang masih memandang suami sebagai pihak yang utama dan kepala keluarga. Suami
atau pria dianggap memiliki kekuasaan lebih besar ketimbang wanita, sehingga posisinya
lebih tinggi. Karena posisi sosial yang lebih tinggi, pria seolah-olah mendapat legitimasi
untuk melakukan kekerasan dengan alasan 'mendidik' atau 'membina' wanita.