
III.
PADA AWAL ERA 80-AN ketika Masnah memutuskan membangun konveksi di rumah, sesungguhnya perubahan lain tengah berlangsung. Perubahan itu tidak terjadi di dunia Masnah, tapi di dunia yang lebih elit, gemerlap dan ingar binger: dunia hiburan.
Ida Royani adalah ikon dunia hiburan Indonesia saat itu. Selain membintangi berbagai film, Ida juga menyanyi. Hits, lah, pokoknya. Saat pertunjukkan, Ida kerap tampil seksi dengan boots, rok mini juga atasan backless. Itu sebabnya, ketika Ida memutuskan berjilbab pada 1978, banyak orang terkejut. “Waktu itu belum ada yang pakai kerudung. Nenek-nenek pun belum memakai,” kenang Ida.
Hingga beberapa tahun setelah berjilbab, Ida masih mengambil pekerjaan menyanyi. “Wah, itu, kalau aku datang ke pesta, semua pada memandang heran.”
Sesungguhnya ada perang dalam batin Ida. Di satu sisi, ia nyaman berkarier di dunia hiburan. Bisa beli rumah, bisa beli mobil. Tapi di sisi lain, niat berjilbab sudah mantap. Ida ingat bagaimana ia berdoa untuk diberi petunjuk, agar rezeki tetap lancar. Kemudian datang ide itu.
Pada awal 80-an, Ida memutuskan berkarier sebagai perancang busana muslim. Awal yang berat, karena ketika itu mode busana muslim adalah alien. Praktis, Ida hanya satu-satunya. Respons dari dunia mode lokal pun skeptis dan sepi.
Pun demikian, keputusan itu menempatkan Ida sebagai pelopor mode “busana muslim modern” di Indonesia. Tanda kutip sengaja digunakan untuk membedakan antara busana muslim dalam konteks desain mode dengan busana muslim dalam keseharian, seperti yang sudah dipakai wanita Indonesia sejak lama.
“Lihat bagaimana Ibu Fatmawati berbusana, dengan kebaya dan kerudungnya. Itulah muslimah Indonesia berbusana,“ jelas Sjamsidar Isa, pendiri Studio One (perusahaan penyelenggara acara mode), serta pengurus Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Baginya, Fatmawati – dan banyak wanita muslim lain di era terdahulu - adalah bagian dari sejarah panjang busana muslim Indonesia.
“Fashion itu adalah masa lalu, masa kini dan masa depan,” tutur Musa Widyatmodjo, pendiri lini busana M by Musa, serta pengurus Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI). “Kita tidak bisa hanya melihatnya saat ini.”
Apa yang dimaksud Musa adalah, sesungguhnya bibit tren itu telah ada sejak lama. Akar dari sebuah tren mode tidak pernah terpisah jauh dari sejarah sebuah bangsa. “Indonesia kaya akan pengaruh agama,” jelas Musa, “Dan meski fashion tidak memiliki agama, agama memiliki fashion-nya sendiri.”
SAAT MEMBANGUN KARIER SEBAGAI perancang busana muslim, apresiasi terhadap karya Ida Royani justru datang dari tempat tak terduga. Ida banyak show di luar negeri, mulai dari Malaysia, Singapura, Filipina, Pakistan hingga Rusia. Rusia adalah negara pertama yang menyebut Ida sebagai “moslem designer”.Pada 17 Maret 1982, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan Surat Keputusan 052 yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam di lingkungan sekolah negeri dan kantor pegawai negeri. Penyeragaman membuat busana muslim tersingkir.
Indonesia di era 80-an memang tidak kondusif bagi perkembangan mode busana muslim. Ada beberapa faktor yang memengaruhi. Pertama, adanya stereotip bagi desain busana muslim yang ‘benar’. Kiblatnya adalah desain konvensional ala jazirah Arab. Perdebatan yang sesungguhnya tetap ada hingga kini.
Dulu, ketika Ida membuat busana muslim berwarna-warni dengan model yang tidak sesuai ‘tatanan’, banyak orang marah. Ida dianggap melanggar tatanan. “Saya belajar, kok,” ujar Ida membela diri. “Yang penting, kan, menutup aurat, tidak tipis, ketat atau membentuk badan. Tapi kalau soal warna dan model, kan, terserah.”
Hal kedua adalah adanya larangan berjilbab di era tersebut. Kasus pelarangan terjadi di berbagai tempat, dari sekolah hingga lingkungan kerja. Pada 17 Maret 1982, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan Surat Keputusan 052 yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam di lingkungan sekolah negeri dan kantor pegawai negeri. Penyeragaman membuat busana muslim tersingkir.
Periode itu berlangsung kurang-lebih satu dasawarsa, sebelum angin segar berhembus pada 1991. Saat itu pemerintah mencabut SK pelarangan jilbab. Pada periode itu juga Siti Hardiyanti Rukmana, putri Suharto, presiden RI saat itu, berkerudung. “Gara-gara Mbak Tutur berkerudung, semua pada takut (melarang),” kenang Ida. Ini memengaruhi psikologi orang banyak.
Pelan-pelan, masyarakat mulai berani berekspresi dengan jilbab. Perlahan, perancang busana lain, seperti Ida Leman dan Feny Mustafa, bermunculan. Lambat laun, karya Ida mulai diapresiasi. Busana rancangan Ida Royani dijual di pusat perbelanjaan, seperti Sarinah dan Pasaraya.
Periode itu merupakan salah satu titik penting lagi bagi perkembangan tren mode busana muslim di Indonesia. Ia memberi jalan bagi era baru, bagi tren yang selama ini tertahan untuk meledak.